Ditahun 2017 lalu pengembang apartemen Green Pramuka City diduga telah mempermainkan hak konsumen. Dimana para penghuni yang telah melunasi angsuran belum bisa mendapatkan SHM atau Sertifikat Hak Milik. Diduga yang menjadi pemicu Green Pramuka City bermasalah adalah pihak pengembangnya belum menuntaskan seluruh pembangunan towernya.
Iman Satria selaku Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta mengatakan jika pihak pengembang apartemen tersebut diduga telah melakukan kesengajaan untuk tidak menyelesaikan seluruh pembangunan towernya. Pasalnya untuk bisa diterbitkan SLF itu syaratnya adalah pengembang harus menuntaskan terlebih dahulu pembangunan seluruh towernya. Sedangkan SLF ini menjadi syarat untuk bisa dibentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Permasalahan yang terjadi di apartemen Green Pramuka City adalah para penghuninya ingin segera mendapatkan SHM atau Surat Hak Milik dari unit yang telah mereka beli. Tetapi selama pihak pengembang masih mengelola dan belum adanya P3SRS, maka tidak bisa diturunkannya SHM tersebut.
Panji Virgianto selaku Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta juga mengatakan jika pengelolaan belum bisa dipindahkan dari pengembang ke P3SRS jika belum terbit SLF. Panji menjelaskan seharusnya ditetapkan saja pertelaan yang harus dibangun dalam waktu 2 tahun, sehingga mau tidak mau nantinya pengembang akan segera membangunnya.
Panji menambahkan jika harus terpenuhinya prosedur pengesahan P3SRS dengan melewati Eksekutif dan Gubernur. Kemudian jika diinginkan pengelolaan masih bisa kembali kepada pengembang. Harus adanya persetujuan antara pengembang lalu menyerahkannya kepada eksekutif untuk disetujui oleh gubernur. Dan setelah itu jika menginginkan pengelolaannya dapat dikembalikan kepada manajemen pengembang.
Sedangkan Meli Budiastuti selaku Kabid Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta menyatakan pemberian ijin pembangunan dari apartemen Green Pramuka City yang oleh pengembangnya dibuat terpisah. Padahal supaya sertifikat tersebut bisa turun kepada penghuni itu harus ada akta pemisahan (lahan milih sendiri dan lahan milik bersama), dan juga akta pertelaan, dimana kesemuanya itu didahului dengan SLF.
Meli menambahkan jika izin tersebut dari sekian tower yang dibuatnya secara terpisah. BPM memberikan persyaratan untuk bisa dikeluarkannya akta pemisahan dan akta pertelaannya yang berdasarkan kepada SLF yang sudah ada.
Tetapi ditahun 2018 lalu pihak Green Pramuka City mencoba mengatasi meminimalisir masalah yang sedang dialaminya dengan menyediakan paket smarthome, dimana paket ini akan memberikan kemudahan dan juga pelengkap bagi para calon penghuni apartemen Green Pramuka City.
Apartemen Green Pramuka City tidak hanya mengusung sistem paket smarthome saja tetapi juga menawarkan sistem pengelolahan keamanan seluruh apartemen, dimana masing masing unitnya itu telah dilengkapi dengan paket smarthome. Adanya fitur smarthome ini dapat mendukung pemerintah untuk melakukan sumber daya melalui sebuah rumah yang terintegrasi dengan semua sistem rumah untuk bisa menghemat energi.
Green Pramuka City yang sekarang ini menawarkan kemudahan yang didukung dengan berbagai cara, dimana para penghuninya dapat dengan mudahnya mendapatkan SHM atau Surat Hak Milik setelah mereka melunasi angsurannya.
Apartemen Green Pramuka City tidak hanya menawarkan kemudahan untuk mendapatkan SHM saja tetapi juga sudah menjadi sebuah hunian dengan lokasi yang strategis yang merupakan pertemuan dari 3 wilayah di Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Selain itu juga apartemen ini mudah dijangkau dengan akses gerbang Tol Cempaka Mas, Tol Sunter, dan juga Tol Rawamangun.